19 Maret 2009

Al-Andalus

Interior Masjid Kordoba atau mezquita, peninggalan dari Al-Andalus yang kini dijadikan katedral Katolik Roma.

Al-Andalus (Arab: الأندلس al-andalus) adalah nama dari bagian Semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal) yang diperintah oleh orang Islam, atau orang Moor, dalam berbagai waktu antara tahun 711 dan 1492.[1] Al-Andalus juga sering disebut Andalusia, namun penggunaan ini memiliki keambiguan dengan wilayah administratif di Spanyol modern Andalusia.

Masa kekuasaan Islam di Iberia dimulai sejak Pertempuran Guadalete, dimana pasukan Umayyah pimpinan Tariq bin Ziyad mengalahkan orang-orang Visigoth yang menguasai Iberia. Awalnya Al-Andalus merupakan provinsi dari Kekhalifahan Umayyah (711-750), lalu berubah menjadi sebuah keamiran (c. 750-929), sebuah kekhalifahan, (929-1031), dan akhirnya "taifa" yaitu kerajaan-kerajaan kecil pecahan dari kekhalifahan tersebut (1031-1492).

Karena pada akhirnya orang-orang Kristen berhasil merebut kembali Iberia dari tangan umat Islam (Reconquista secara harfiah "penaklukkan ulang"), nama Al-Andalus umumnya tidak merujuk kepada Iberia secara umum, tapi kepada daerah-daerah yang dikuasai para Muslim pada zaman dahulu. Pada 1236, benteng terakhir umat Islam di Spanyol, Granada menyatakan tunduk kepada Ferdinand III dari Kastilia, dan menjadi negara bawahan Kastilia, hingga pada 1492 Muhammad XII menyerah sepenuhnnya kepada Los Reyes Católicos (Kerajaan Katolik Spanyol) pimpinan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella. Sedangkan kekuasaan Islam di Portugal berakhir pada 1249 dengan ditaklukkannya Algarve oleh Afonso III. Kekalahan penguasa Muslim kemudian diikuti oleh penganiyaan dan pengusiran terhadap kaum Muslim dan Yahudi di Spanyol.

27 Februari 2009

Orang Indonesia Habiskan Rp 50,48 T per Tahun Untuk Rokok !


Hasil simulasi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LDFEUI) menyatakan bahwa rata-rata pengeluaran rumah tangga perokok per bulan untuk membeli rokok tahun 2005 adalah Rp 113.089. Jumlah rumah tangga yang memiliki pengeluaran rokok adalah 37.460.582, sehingga pengeluaran untuk membeli rokok secara nasional tahun 2005 mencapai 37.460.582×113. 089×12 = Rp 50.48 triliun. Hal ini berarti bila dilakukan hitung-hitungan jumlah BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang diberikan untuk kelaurga miskin masih dibawah dari keperluan konsumsi membeli rokok.

Rata-rata belanja rumah tangga miskin untuk rokok sebesar 12,43 persen dari total pengeluaran atau setara dengan 15 kali untuk membeli daging, 8 kali untuk pengeluaran pendidikan, 6 kali untuk kesehatan. Pengeluaran perokok miskin untuk rokok 12,6 persen lebih tinggi dibandingkan rumah tangga perokok kaya yang hanya 8,3 persen.

Ditinjau dari sudut apapun rokok lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaat. Memang di satu sisi industri rokok bukan saja tambang pendapatan pemerintah menggiurkan, tapi juga menyerap jutaan tenaga kerja, mulai karyawan, distributor, agen/sales bahkan petani cengkih dan tembakau. Bahkan industri rokok mampu menjadi penyandang dana kegiatan yang semestinya antirokok seperti even olahraga, pentas kreativitas siswa, dan beasiswa. Dan dari rokok terlahirkan orang-orang terkaya di Indonesia dan Asia.







Misalnya Budi Hartono (pemilik Djarum) sebagai orang terkaya kedua di Indonesia setelah Aburizal Bakrie. Lainnya, Putera Sampoerna (Sampoerna Capital) di urutan kelima dan disusul (Alm) Rachman Halim (Gudang Garam) posisi enam sebagai orang terkaya Indonesia. Namun kalau melihat dampaknya terhadap kehidupan masyarakat miskin
yang bodoh, yang membelanjakan hasil jerih payahnya untuk
membeli rokok, bukan untuk belanja keperluan yang lebih bermanfaat, pemerintah seharusnya tidak bersifat ambivalent, mendua, alias tidak puguh.